Selasa, 06 April 2010

Risalah Kasih Teruntuk Sobat Sekaligus Guru Kecilku Di Tempat Damainya


By; Ibnu Bahari Sarangeyoo

Kala sang lembayu mulai pudarkan sinar terangnya kembali ke pelukan sang perinduan, tiupan udara malam mulai berikan celotehan desas desus menenggelamkan jiwa yang kusut. Tanpa rasa hatipun terdampar dalam kekalutan kebingungan yang mendalam dan tak mendasar dalam diri. Degupan denyut jantung bak menggetarkan isi rongga-rongga tubuh yang berikan sedikit ruang gerak untuk meledakkan bagian inti kekuatan manusia. Lambaian dedaunan hijau beraromakan wewangian buah khuldi mengajak hawa sesat untuk menuruti segala keinginan yang dapat menjerumuskannya ke jurang kesengsaraan. Warna-warni lelampuan kota Atlas Semarang meramaikan suasana hingar bingar gemerlap penjuru kota. Setiap pojok-pojok jalan simpang lima, para aktivis pedagang entah dari kalangan muda maupun tua, saling menyibukkan diri meneriakan 'yel-yel' menawarkan barang dagangan ke setiap orang yang lalu lalang disekitarnya. Tak ketinggalan pula sobat-sobat jalanan menjajakan suaranya di tempat rambu lalu lintas yang selalu mengedipkan mata ke sang pelanggan setia. Bocah gembel itu hanya bermodalkan beberapa tutup botol bekas yang dilempengkan dan dilobangi kemudian ditambatkan diatas kayu dengan sepicis paku karatan. Nyanyian-nyanyian dari suara paruh membuat jutaan pendengar memberikan tafsiran dan penilain yang berbeda menurut masing-masing kepribadiannya. Suasana global sosial berikan makna kehidupan yang menggetarkan 'sebongkah daging' yang paham akan arti sebuah hidup.

Sobat kecil, entah apa yang dapat aku berikan untuk diri sobat yang mana telah memberikan sekilas gambaran akan hakekat sebuah kehidupan yang sebenarnya. Padahal jarak umur antara sobat dan aku sangatlah jauh, tapi engkau lebih mengerti akan sisi serta lika-liku kehidupan yang sebenarnya.

I will remember it, ketika sobat mengajak kesebuah tempat terpencil terlindung dari gangguan para penertib kota. Di daerah kekuasaanmu itulah yang mana sering kau sebut sebagai sebuah kerajaan terindahmu, ku merasakan getaran jiwa yang kuat untuk menikmati serta menghayati akan makna hidup didunia. Kau hanya menunjukkkan sekotak tempat tinggal yang beratapkan seng-seng bekas bahkan tembok yang terbuat dari bahan kardus yang mungkin kau ambil dari tempat pembuangan sampah. Tatkala ku tanyakan akan maksud dan tujuanmu mengajakku untuk bertandang kerumahmu padahal dalam pergulatan bathinmu, engkau mengerti akan posisi dan sifat serta kebiasaanku yang 'jijik' akan kehidupan para kaum seperti dirimu, ku tak biasa singgah ke gubug yang penuh dengan liaran tikus maupun bau anyir dari selokan-selokan yang tersumbat beberapa hari tak pernah ada yang pernah perduli akan hal seperti itu, hanya kau dan kaummu sajalah yang menganggap itu adalah sebuah anugerah terindah yang sedang dan baru diberikan Tuhan untukmu serta untuk saudara-saudara sekelilingmu. Tapi ku mengerti saat ketika kau menjawab dengan sebuah falsafah hidup seorang kaum sepertimu bahwasanya "aku hidup dan akan mati pula, kaya dan miskin itu semua hanya sebuah titipan, ku tak kuasa tuk mengembannya dalam kesedihan, nikmati hidup dengan cinta-Nya, takkan pernah sang kekasih melepaskan kesengsaraan pada kekasih yang dicintainya, ku korbankan hanya untuk meraih ridho cinta kasih-Nya"

Dalam kesendirian, kau selalu menikmati hasil kerja kerasmu, kesengsaraan malah membuat hatimu tenang tanpa ada rasa beban timbul dari balik dadamu. Kau berikan pencerahan dalam qolbu yang senantiasa kekeringan akan rasa sayang dan cinta dari yang dicintainya. Ku hanya bisa menghamburkan harta yang tak sepatutnya ku biarkan begitu saja tanpa ada hasil yang bermanfaat untuk kepentingan sesama, sedangkan kau bisa memanfaatkan se-Sen keuangan guna mencukupi kebutuhanmu. Tak sepatutnya kau hidup dalam jurang peperangan bathin dalam kesedihan menghadapi gejolak kehidupan yang makin merajalela menjajah semua lini kehidupan.

Sobat hanya dalam semalam saja kau bisa mengguggahkan hatiku untuk bertekuk lutut dihadapanmu, kembali bersembah sujud pada keharibannya. Obat haram yang sedari tadi tergenggam kuat untuk kuberikan padamu biar kau juga ikut merasakan kenikmatan duniawai hancur lebur bagaikan debu yang sedang bermadu kasih terbang tanpa ada beban yang tersangkut dalam pundaknya.

Sobat pertemuan antara kita yang hanya sesingkat ini kau begitu membuat diriku sadar akan arti kehidupan yang sebenarnya. Tak sepatutnya diriku sombong dan berjalan secara congkak diatas bumi Tuhan. Jika sang Tuhan menginginkan diriku untuk hancur maka waktu itu juga tubuhku akan hancur tak berbentuk. Tidak hanya itu saja, gunung-gunung yang berdiri kokoh berakarkan sampai dasar tanah berkilo-kilo meter juga akan lebur jika sang penguasa menghendakinya bagaikan kapas yang tertiup angin. Mengapa aku harus takluk dihadapanmu wahai manusia, yang ku anggap tangan-tangannya penuh dosa dan kotoran manusia akibat kehidupan yang engkau jalani keseharianya, tapi kau berikan kesejukan pada tempat lain dalam jiwa qolbuku dan qolbumu. Engkau lebih mulya dari pada manusia yang berjubah dan bersorban bahkan kau lebih mulya dari pada sang kyai yang hanya karena nasabnya atau kecerdikanya dalam otaknya. Ku lihat jiwamu suci mengajarkan pengetahuan yang tertinggi yang jarang manusia bisa menguasainya. Bahkan kini peci-peci serta sorban-sorban hijau itu diperjualbelikan diatas 'meja perjudian'. Sobat kau adalah maha guruku yang mau untuk tidak membedakan akan harta dan tahta, kau berani melawan hatimu yang menyesatkan guna kepentingan manusia yang jauh lebih kotor dari wujud aslimu, kau tak merasa jijik berkawan serta bersaudara dengan diriku yang berlumuran darah 'iblis' dan berwatak 'hewan'. Kini guruku tertidur pulas bersama bagian tubuhnya yang terambil oleh malaikat. Seorang bidadari telah puas melahirkan jiwamu yang suci. Bidadari itu pasti beruntung melahirkan serta mempunyai putra bangsa sepertimu. Engkau pelita hidup, mampukah sang murid hinamu ini meneruskan perjuangan dan cita-citamu, membawa asma Tuhan dalam dada.

guru, aku teringat ketika masih kecil kakekku sering bercerita dan berpesan "belajarlah walaupun sekecil apapun, ambillah kebenaran walaupun itu dari mulutnya binatang. Janganlah engkau merasa hina jika diajari orang yang lebih hina darimu, karena dalam diri manusia ada titik terkecil yang sering luput dari pandangan manusia lainnya". Seorang ulama pojok Timuran juga pernah di berikan petunjuk kebenaran oleh Sang Penguasa Alam dengan melewati seorang wasilah yang terbebas akan siapa jati dirinya alias gendeng

guru, jika engkau beragama hindu dan hidup di India maka sudah pasti kau akan dibakar dan abumu akan dihanyutkan diatas aliran sungai gangga. Karena dalam kesendirianmu engkau memilih Islam maka jasadmu dibiarkan dalam liang kubur bersama saudaramu yang asli. Manusia itu terbentuk dari tanah maka akan kembali bersama tanah. Itulah agama kebenaran yang sering mengajari kita dan itulah sebuah hakekat yang sebenarnya yang tak seharusnya kita campakkan aka tetapi kita harus menyadari bahwasanya manusia di dunia ini terbentuk dari segenggam tanah yang baunya bagaikan air ‘comberan’ yang berbusuk. Aku sebagai muridmu walaupun derajat duniamu dibawahku, tapi kau lebih mulya dalam pandangan Allah. Karena keagunganmu mengajariku akan kehidupan yang sebenarnya. Kini aku tak bisa bersamamu dan tak mampu melaksanakan cita-citamu karena kuingin berubah merubah dunia sesatku, ku hanya bisa mencoba menata kembali jiwaku yang hilang bersama hilangnya fatamorgana kebenaran dengan tetesan ilmu yang kau turunkan walaupun hanya semalam di simpang lima.

Guru, kutulis sebuah risalah pendek akan perjalanan dakwah semalammu di simpang lima bersama bintang yang bergemerlapan diatas sang surya. Sehingga sepucuk risalah ini akan kuhanyutkan ke samudera bersama dengan berjalannya rohmu menuju kehariban-Nya. Ku hanya berharap dan bero'a semoga engkau selalu mendapatkan tempat disisi-Nya dan ajaranmu selalu kekal serta tak kan pernah terpunahi, walaupun ku hanya bisa berbuat demikian. Tuhan selamatkan risalah guruku dalam botol ketakwaan dan keimanan. Hanya kepadamulah aku bersimpuh dan hanya kepadamulah aku memohon pertolongan.




Muhandisin Post: 11022010 11 53 Wik
Collected by Ibnu Bahari at Cairo, 12 Oktober 2004.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar