Sabtu, 17 April 2010

IDEALNYA PACARANKU
Oleh : Jujuxs Ketjink VenoTI

“Ha…..” ungkap Deden memutuskan lamunanku yang lagi muncak-muncaknya, sehingga pudar sudah harapan yang telah aku konsentrasikan sejak 2 jam yang lalu.
“Kau mau membunuhku secara sengaja, atau memang benar-benar ingin menggodaku” ungkapku dengan nada tinggi dan terlihat serius, didukung pula muka yang kaku dan mata yang merah karena habis minum alcohol yang berkadar rendah. Walau aku tidak mabuk, namun Deden menganggap bahwa aku sedang mabuk, dia pun ketakutan melihat diriku yang marah, padahal aku bukan marah seperti yang disangkakan oleh Deden.
Akupun terus menggoda Deden dengan ungkapan yang serius “Apa maksudmu mengganggu konsentrasiku…. Kamu telah mengacaukan harapanku, harapan yang nilainya bukan jutaan, namun milyaran, jika konsentrasiku putus, maka putus sudah harapanku tentang milyader” sambungku dengan nada yang kutambah ketinggiannya, agar Deden lebih takut lagi melihat wajahku yang telah ku setting agar Deden betul-betul memohon ma’af padaku.
“Ma’af Jo… Bukan maksudku mengacaukan harapanmu. Baiklah aku akan pergi, jika dengan kedatanganku ini kau merasa harapanmu telah sirna …!” Dengan wajah yang sedikit muram Deden membalikkan tubuhnya lalu berjalan secara pelan-pelan memunggungiku. “Den…..Den….Den….” panggilku semakin lama semakin keras, sambil aku menghampirinya dan memegang erat tangannya kuseret ia untuk kembali “Aku bukan memarahimu, memang raut mukaku kucemberutkan karena aku senang sekali melihat wajahmu yang lagi ketakutan” sapaku sambil kutertawakan ia dan kugoda layaknya aku menggoda cewek yang cantik dan manja, agar ia mau kuajak untuk ngopi bersama diwarungnya Buk Tom dekat Kampusku yang sangat rindang, sejuk dan nyaman.
Tanpa basa basi Deden pun menerima ajakanku untuk ngopi bersama. Sambil berjalan berdampingan kucoba menyapanya untuk memecahkan keheningan selama  perjalanan dari kampus depan menuju warung Bu Tom agar tak terlihat seperti orang bermusuhan berjalan secara berdampingan. Kucoba mengalihkan perhatiannya agar ia mau merespon pembicaraan yang telah aku lontarkan padanya, karena ia masih tetap diam, maka “Den… kau ini seperti anak kecil saja” celetukku dengan nada yang agak sewot, namun ia masih tetap tidak meresponku, “kamu marah ya…. Dengan perlakuanku tadi?, atau kau tidak senang ya…? Apa memang …. kau takut dengan wajah ketat dan mata merah?” lanjutku yang masih menginginkan Deden untuk berbicara . “Ya….” Jawab deden dengan suara yang pelan.
“Kau pernah ada pengalaman tentang mata merah dan muka ketat ya….” Sambungku dengan penuh selidik, karena wajah ketat  dan mata merah itu lebih identik pada seseorang yang baru saja minum-minuman beralkohol, namun tidak biasanya Deden terlihat semarah itu. “Memang pernah aku memiliki pengalaman yang semacam itu” Jawab Deden dengan suara yang paruh baya. “Wah, malah bikin aku penasaran saja” ungkap Karjo dengan penuh semangat, karena ia menyelidiki, adakah teman-teman dekatnya yang suka minum-minuman beralkohol, agar ketika ia minum-minuman beralkohol ada teman yang menemaninya.
Deden pun bercerita ngalor ngidul sama Karjo semasa dia masih kuliah di suatu Perguruan Tinggi Swasta di Jakarta, bahwa Deden pernah merasakan pahit manisnya kehidupan semasa di Jakarta, “jangankan Alkohol, semua Napza sudah pernah aku rasakan, mulai dari Ganja yang berbentuk daun bersirip lima dengan gerigi gaji dipinggirnya sudah pernah aku hisap. Alkohol berjenis apapun juga pernah aku minum, mulai yang mahal sampai yang paling murah (tuak misalnya), apalagi jenis-jenis psikotropika semua sudah pernah aku rasakan, dan bukan itu saja. Menyetubuhi wanitapun pernah aku lakukan. “ Ungkap Deden dengan penuh semangat.
“Masak Den, sebegitu parahnya kamu……” Ungkapku dengan rasa penasaran yang tinggi, tak terasa aku sudah berada didepan kantinnya Buk Tom. Aku dan Deden langsung meluncur masuk dan memesan dua cangkir kopi pahit, karena aku dan Deden sama-sama suka kopi pahit untuk menambah nikmatnya hisapan rokok yang katanya orang-orang merokok tanpa ada campuran kopi bagaikan buah jika dimakan tidak ada rasanya sama sekali alias “ampang kabeh utowo adhem njejep” (dalam bahasa Jawa Tengahan).
Deden pun melanjutkan ceritanya sambil menunggu kopi yang baru dibuatkan oleh Buk Tom “Waktu aku kuliah dulu kondisiku sangatlah parah Jo…, syukur-syukur jangan kau ikuti pola tingkahku waktu dulu, karena aku sendiri sudah tidak lagi melakukan hal-hal yang semacam itu, dan aku telah disadarkan pada kondisi, ketika aku mengalami keterpurukan pada lambungku dan semoga di kampus ini aku tidak menemukan temanku yang dulu, yang pernah merasakan bersama pahit dan manisnya kehidupan di Jakarta dulu, karena jika ada yang tau aku disini, Bisa berabe… aku…”.
“Emangnya kenapa?” tanyaku pada Deden, karena sejak pertama dia bercerita, aku semakin pengin tau saja, apa yang telah dilakukan oleh Deden semasa hidup di Jakarta. “Karena jika ada temanku lama kuliah disini, maka secara otomatis kehidupanku akan kembali seperti dulu lagi, yaitu minum-minuman alcohol, mengkonsumsi psikotropika, melakukan hubungan seksual secara bebas, dan semoga hanya kamu saja yang tau kondisiku semasa aku hidup di perantauan Jakarta sana” ungkap deden dengan penuh harapan agar aku tidak menceritakannya pada teman-teman yang lain, karena itu termasuk privasinya Deden
“Iki Kopine…(ini kopinya)” Ungkap Buk Tom dengan bahasa jawa kental, sambil menyodorkan dua cangkir yang berisi kopi pahit, sambil mengaduk kopi yang ada dalam cangkir aku pun memberanikan diri menanyakan pada Deden “Pernahkah kau melakukan hubungan seksual dengan orang lain selain pacarmu?” “Pernah” ungkap Deden, seolah-olah ungkapannya tidak ada sedikitpun penyesalan didalam dirinya.
Aku semakin penasaran dan semakin menggebu-gebu pula pertanyaan yang akan aku lontarkan pada Deden, karena cerita ini berkaitan dengan kenistaan hidup yang pernah dilakukan oleh seorang pemuda seusia Deden yang hanya lebih cenderung memikirkan nafsu birahi dari pada memikirkan keilmuan, keislaman dan keimanan, seolah-olah keilmuan, keislaman dan keimanan yang pernah ia pelajari semasa di SMA Islam dulu tidak ada manfaatnya dalam arungan kehidupan yang pernah dirasakan di Jakarta.
“Aku betul-betul hina jo….” Ungkap Deden dengan penuh penyesalan. Dan penuh harapan agar Karjo tidak mengikuti pengalamannya yang dulu. “Sudah tau…nanyak!” Jawabku dengan slengekan seperti biasanya ketika aku sedang mengalihkan perhatian cerita temanku yang memang betul-betul serius, karena ada anggapan bahwa orang yang terlalu serius, maka dia akan lebih cepat terlihat tua, atau ada ungkapan lain dari temanku “yen terus methentheng, bakal koyok entut dikareti (kalau terlihat serius kayak kentut diikat tali karet alias tidak terlihat tapi baunya kemana-mana)”.
Semasa kau hidup di Jakarta sudah berapa wanita yang pernah kau setubuhi?” Tanyaku lagi, karena aku pengin tau lebih banyak lagi informasi dari Deden, agar aku lebih tau lagi apakah Deden terkena infeksi Menular seksual atau tidak?, sebab penyakit ini jarang sekali disadari bahayanya oleh masyarakat secara umum. Banyak sudah masyarakat yang terinfeksi Penyakit Menular Seksual dan itu tanpa disadari olehnya jika ia telah terinfeksi  Penyakit yang membahayakan bagi setiap umat manusia lebih-lebih penyakit ini adalah seperti sejarah Gunung es, puncaknya saja yang terlihat namun kaki gunungnya yang begitu besar dan kuat sama sekali tidak terlihat oleh pandangan mata.
Hanya kesenangan yang telah ia lakukan saja, tiba-tiba dia terinfeksi Penyakit Menular Seksual. Jangankan untuk orang yang sering melakukan hubungan seksual secara berganti-ganti, orang yang tidak pernah melakukan hubungan seksual pun bisa tertular Penyakit Menular Seksual HIV/Aids, oleh karena itu perlu penyelidikan secara khusus untuk mendeteksi apakah Deden termasuk orang yang terinveksi Penyakit Menular Seksual ataukah tidak?
“Lebih dari lima orang” ungkap Deden sambil menggerakkan jari-jemarinya untuk menghitung berapa wanita yang pernah ia setubuhi selain pacarnya. “Pernahkah kau pakai kondom, ketika kamu melakukan hubungan seksual dengan lawan jenismu?” Tanyaku semakin penasaran.
“Kamu tanyanya koq detail begitu, jo…..? memangnya aku ada yang aneh…?” ungkap deden yang juga ikut menyelidikiku, apa maksud dari semua pertanyaan yang aku lontarkan padanya, karena ia telah mengira ada keanehan dalam pertanyaanku.
“Tidak…..” Ungkapku untuk menolak kecurigaannya padaku. “Tapi koq detail banget pertanyaanmu? Sampai aku kewalahan menjawabnya, hahahahahaha” ungkapnya sambil tertawa. “Emang pertanyaannya beruntun apa? Kayak sepur-sepuran jes ejes ejes, Sampai-sampai dirimu kewalahan untuk menjawabnya, hahahahaha” Celethukku sambil tertawa dan memperagakan larinya kereta yang berderet-deret.
“Apa sich….? Yang kau khawatirkan dengan diriku?” Tanya Deden padaku, karena memang Deden adalah termasuk orang yang sudah mengenal dunia bebas di Jakarta, namun apakah dia tau apa akibat yang akan muncul atas perbuatan-perbuatan yang pernah ia lakukan selama ia hidup bebas di Jakarta.
“Begini Den….” Ungkapku dengan serius, karena saat ini aku betul-betul serius, aku khawatir kalau Deden betul-betul mengidap penyakit yang saat ini paling ditakuti oleh seluruh manusia di dunia dan sampai detik ini masih belum ditemukan obatnya, walau sudah ada obrolan-obrolan kosong mengenai obat yang bisa menyembuhkan orang yang terinfeksi HIV/Aids, namun itu masih belum terbukti.
“Wah, serius bener, nich….” Sahut Deden. “Memang ini serius banget den… ini berkaitan dengan kehidupan dan masa depanmu? Pernahkah kau melakukan Hubungan seksual dengan ODHA? Atau pernahkah kamu menggunakan jarum suntik secara bergantian dengan sesama pengguna narkotika dan diantara mereka termasuk ODHA? Atau pernahkah kamu melakukan transfusi darah dengan ODHA?” tanyaku dengan penuh selidik, bagai seorang polisi yang betul-betul kepengin tau tentang informasi kejahatan apa saja yang telah dilakukan oleh seorang penjahat yang telah tertangkap basah olehnya.
“Semuanya pernah aku lakukan, kalau hubungan seksual dengan ODHA aku belum pernah, kayaknya sich…?” Jawab Deden dengan penuh percaya diri seolah-olah dia betul-betul tidak tau maksud pertanyaanku yang penuh dengan penyelidikan itu.
“Kau pernah dengar tentang HIV/Aids?” Tanyaku lagi. “Pernah, itulah yang kepengin kusampaikan padamu, jo….., jika memang aku pernah melakukan sesuatu yang dimungkinkan oleh beberapa orang, bahwa aku termasuk ODHA, maka itu wajar saja, karena proses penularan HIV/Aids semua telah aku lakukan, kalaupun aku tidak tertular HIV/Aids itu hanyalah keberuntungan saja, namun ada beberapa hal yang perlu kau ingat, bahwa tidak semua orang yang melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan tertularnya HIV/Aids dapat tertular HIV/Aids, karena proses penularan HIV/Aids saya yakin dengan seyakin-yakinnya kau tau, bahwa proses penularan HIV/Aids adalah salah satunya harus terinfeksi HIV/Aids dan itupun hanya melalui 3 media, pertama, Lewat darah, Kedua, jarum suntik, dan ketiga, hubungan seksual, betul …..betul….betul….?” Ungkap Deden sambil meniru gaya ipin upin yang biasanya setiap pagi di lihat oleh kalangan anak-anak di salah satu stasiun Televisi swasta di Indonesia.
“Betul” ungkapku, karena aku juga pernah sedikit banyak membaca buku yang bercerita tentang jenis dan cara penularan Penyakit Menular Seksual. “Kalau tadi yang kepengin serius kamu, sekarang yang pengin serius aku…” Ungkap Deden sambil memukul bahu dan meledhekku.
“Waduh banget seriuse, sampai-sampai kopinya lupa di seruput dan rokoknya lupa untuk dihisap, kalau begini caranya uangmu awet Jo, pemasukan terus, sedangkan pengeluaran sedikit” Ungkap Deden. “Wah jelas no….ben ndang cepet lungo kaji” ungkap Karjo membalas sambil menuangkan cangkir yang berisi wedhang kopi ke piring kecil dibawah cangkirnya.
Deden pun ikut menuang kopi dalam piring kecil, menyeruput lalu menghisap sebatang rokok yang telah ia nyalakan sekitar 2 menit yang lalu,”Jo kamu sudah punya pacar?” Tanya deden mengembalikan pertanyaanku yang pernah aku lontarkan padanya untuk menyelidiki apa saja yang pernah ia lakukan berkaitan dengan dunia yang bebas, dunia yang penuh dengan clubbing, dunia yang penuh dengan torehan-torehan tinta hitam, dunia yang penuh dengan kesenangan dan kegembiraan kawan-kawan muda. “Sudah” jawab Karjo dengan penuh percaya diri dan gagah seperti komandan upacara yang sedang memberikan aba-aba “siap grak” pada pelaksanaan upacara bendera.
Dedenpun menceritakan apa yang pernah ia lakukan terhadap pacarnya terutama berkaitan dengan pemakaian 1 jarum suntik secara bergiliran untuk mengkonsumsi Narkotika, melakukan hubungan seksual pada lebih dari 5 orang termasuk WTS (Wanita Tuna Susila) yang ada di tempat-tempat khusus di kota-kota besar, bahkan ia pun pernah melakukan transfusi darah pada dirinya yang pada waktu itu ia tergeletak lemas tak sadarkan diri atas kecelakaan yang menimpanya diwaktu mengendarai sepeda motor disekitar kampus.
“Jo….” Sapa Deden sambil meraba-raba pundak Karjo. “Biarlah aku yang merasakan pahit dan manisnya kehidupan, dan aku berharap janganlah kau lanjutkan kesukaanmu itu untuk mengkonsumsi minum-minuman keras, karena jika kau ketahuan oleh teman-temanmu meminum-minuman keras, maka kau akan diajak untuk ikut serta sama mereka, dan ketika kau terlibat secara langsung, maka kau akan sulit untuk melepaskannya, percayalah. Biarlah aku saja yang pernah merasakannya, sekali kau terjerat sesuatu yang bersifat negatife, maka kau akan melakukannya secara terus menerus, karena melakukan sesuatu hal yang negative rasanya sangat nikmat sehingga kita akan merasakan ketagihan dikemudian harinya” Ungkap Deden sambil melanjutkan pembicaraannya.
“Bersikaplah yang wajar, ketika kau berpacaran janganlah kau pernah menemui pacarmu, kecuali jika kau memiliki masalah dengannya, atau ketika mengungkapkan isi hatimu padanya, karena semakin sering kau bertemu, maka akan semakin sering pula kau ingin menemuinya, jika kau sering menemuinya, maka janganlah pernah kau berharap tidak ada pihak ketiga berada disisimu, dan jika pihak ketiga sudah berada dekat dengan posisimu, maka janganlah pernah berharap kau akan mampu membendung rasa nafsumu pada pacarmu” ungkap Deden melanjutkan pembicaraannya.
“Wah… ngobrol ya ngobrol, tapi kopinya sambil diseruput, rokoknya juga disedot, kata mak tom, “emange ngomong opo toh? Kok koyoke serius banget?” ungkap mak tom sambil memperingatkan kopi yang dihadapanku, karena memang tidak biasanya aku minum kopi disitu sampai lupa meminumnya alias satu cangkir habisnya lama.
“O… ya jo perlu kau ingat juga dan janganlah pernah kau ceritakan ini pada siapapun, bahwa aku sebenarnya telah terinfeksi Penyakit HIV/Aids sejak 2 tahun yang lalu, namun hanya kaulah temanku yang mampu memberikan semangat hidup pada diriku. Aku dipindahkan kesini tak lain dan tak bukan hanyalah pembuangan dari nyokap dan bokapku, karena mereka malu memiliki anak sepertiku, anak yang terinfeksi HIV/Aids, dan anak yang selalu merusak harga diri keluarga, silahkan kau pikirkan dan kau renungi, jika kau ingin sepertiku ndak usah susah-susah, kau harus mengkonsumsi narkoba,  melakukan hubungan seksual secara bebas, atau melakukan transfusi darah, namun lukai saja tanganmu, dan aku akan melukai tanganku, lalu tempelkan tanganmu dengan tanganku, saya jamin pastilah kau akan tertular oleh penyakit yang sangat ditakuti oleh seluruh manusia di dunia ini” Deden melanjutkannya dengan penuh serius.
“Waduh malah aku kayak seorang guru yang suka menasehati muridnya. Ayo… kita kuliah….biar kayak mahasiswa beneran. hahahaha” ungkap Deden sambil tertawa, “Sudah bu’ semuanya hitung, aku kopi dan sebungkus rokok, kau apa Den, lapor sendiri saja” ungkap Karjo sambil menyeret Deden untuk segera melaporkan apa yang telah ia makan dan minum di Kantin Buk Tom. “Kopi, tempe, dan roti buk” ungkap Deden sambil memegang meja Kantin.
“Semua habis Dua Belas Ribu Lima Ratus” sambut Buk Tom tanpa harus menghitungnya lewat kalkulator, karena otak Buk Tom dalam ilmu hitung menghitung sudah sangat cos pleng dan mujarab, seperti Guru Matematika yang lagi membelajari Tambah-tambahan pada muridnya. “Ini….Bu” ungap Deden, “Ndak usah Bu, masukin aja ke Bonku biar nambah banyak, hahahahaahah, nanti kalu sudah gajian pasti aku lunasi” Jawab Karjo dengan slengekan. “Ya…” Jawab Bu Tom melanjutkan pembicaraan diantara mereka.
“O…. ya kau kuliah atau langsung pulang Den?” Tanya Karjo. “Aku mau latihan teater dulu….” Sambung Deden. “Oke…. Lah kalau gitu kita berpisah disini, nanti kita pulang bareng ya…..”ungkap Karjo. “Beres…. Siiiiip” Jawab Deden sambil mengacungkan jari jempolnya.


Sekian dan Terima kasih


Sarang, 12 April 2010

1 komentar: